Emeraldy Chatra Bongkar Ideologi Free Sex, Raih Gelar Doktor Komunikasi
BANDUNG – Ideologi seks bebas merupakan produk dari dinamika dan kontestasi budaya yang sudah berlangsung sejak lama. Internet dan gadget pun saat ini menjadi media yang paling potensial untuk menyebarkan ideologi seks bebas ke kalangan generasi muda, bahkan dari satu generasi ke generasi yang lebih muda.
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP, Universitas Andalas Padang, Emeraldi Chatra mengungkapkan hal itu dalam disertasi yang dipertahankannya berjudul Membongkar Ideologi “Seks Bebas” pada Kelompok Rentan Terinfeksi HIV/AIDS (Kajian Komunikasi dengan Pendekatan Etnografi Kritis di Kabupaten Subang, Jawa Barat).
Lewat disertasinya yang dipertahankan pada sidang promosi doktor (11/8) Emeraldi berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Komunikasi dari Program Doktor Fikom Unpad. Dia dipromotori oleh Dr. Atwar Bajari MSi, Dr. Sussane Dida, MM dan Dr. Antar Venus, M.Comm. Bertindak sebagai oponen Prof.Dr. Engkus Kuswarno,MS, Prof.Dr. Haryo Martodipoero, dan Dr. Eni Maryani,MSi. Sidang dipimpin oleh Prof. Deddy Mulyana, MA,PhD.
Dalam disertasinya, Emeraldy menggunakan pendekatan etnografi kritis untuk menganalisis konstruksi ideologi ‘seks bebas’ dalam konteks relasi kuasa (power relations) di antara budaya induk, subkultur, dan budaya global yang merupakan korban belaka dari hegemoni budaya global.
Menurutnya, kelompok rentan terinfeksi HIV/AIDS yang aktif melakukan hubungan seks bebas tidak sekedar melakukan hubungan tidak sah, tapi juga melakukan pembalikan konstruksi ideologi seksual yang dianut oleh pendukung budaya induk.
“Mereka menjadikan pacaran sebagai bentuk hubungan yang harus diisi dengan hubungan seksual, bila tidak berarti hanya berteman biasa,” ungkap Emeraldy.
Pandangan demikian, ungkapnya telah banyak dianut, tidak hanya oleh kelompok remaja, tapi juga oleh sebagian warga yang berumur di atas 30 tahun. Konstruksi ideologi seks bebas lebih banyak dikaitkan dengan resiko kehamilan daripada resiko terinfeksi HIV/AIDS atau PMS (penyakit menular seksual) lainnya.
Akibat dominasi budaya global sementara aspek moral yang terkait dengan agama mengalami marginalisasi. Meluasnya ideologi seks bebas, selain disebabkan sikap permisif warga dan provokasi media, semakin diperkuat oleh keengganan membicarakan dan kualitas komunikasi mulai dari lingkungan keluarga, pemukiman terdekat, dan masyarakat secara keseluruhan.
“Hal ini merupakan ancaman serius terhadap keberlangsungan budaya asli masyarakat lokal yang berbasis Islam,” papar Emeraldy.
Emeraldy juga menegaskan, upaya mengatasi perkembangan ideologi seks bebas akan efektif apabila didahului dengan mengembangkan tradisi deliberasi (musyawarah) di tengah masyarakat.
“Komunikasi yang baik, pendidikan agama yang konsisten dalam keluarga, contoh langsung dari orangtua, dan komunikasi yang baik di lingkungan tempat tinggal akan dapat mengurangi kemungkinan remaja terjerumus ke dalam prilaku seks bebas,” tambahnya. (evelynd)